Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 Desember 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009 2009
TENTANG
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu,
identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi
simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi
kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan
bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan
kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. bahwa pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan Indonesia belum diatur di
dalam bentuk undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B,
dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN
LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN.
BAB I . . .
- 2 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah
Putih.
2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa
resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
4. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah
Indonesia Raya.
5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan
kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau
organisasi.
6. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara
turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerahdaerah
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7. Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia
dan bahasa daerah.
8. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan di bidang pendidikan.
9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2 . . .
- 3 -
Pasal 2
Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan
berdasarkan asas:
a. persatuan;
b. kedaulatan;
c. kehormatan;
d. kebangsaan;
e. kebhinnekatunggalikaan;
f. ketertiban;
g. kepastian hukum;
h. keseimbangan;
i. keserasian; dan
j. keselarasan.
Pasal 3
Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan bertujuan untuk:
a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan.
BAB II
BENDERA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat
persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga)
dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan
bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya
berukuran sama.
(2) Bendera . . .
- 4 -
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.
(3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat dengan ketentuan ukuran:
a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan
istana kepresidenan;
b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan
umum;
c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;
d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden
dan Wakil Presiden;
e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat
negara;
f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan
umum;
g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;
h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;
i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara;
dan
j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.
(4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), bendera yang merepresentasikan Bendera
Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan
bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran
yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5
(1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut
Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.
(2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan
dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Bagian Kedua
Penggunaan Bendera Negara
Pasal 6
Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran
dan/atau pemasangan.
Pasal 7 . . .
- 5 -
Pasal 7
(1) Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada
waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam.
(2) Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau
pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada
malam hari.
(3) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan
Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus
oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan
rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan,
transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di
kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
(4) Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah
memberikan Bendera Negara kepada warga negara
Indonesia yang tidak mampu.
(5) Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara
dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar
nasional atau peristiwa lain.
Pasal 8
(1) Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara
nasional diatur oleh menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara.
(2) Pengibaran Bendera Negera pada peristiwa lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah,
diatur oleh kepala daerah.
Pasal 9
(1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di:
a. istana Presiden dan Wakil Presiden;
b. gedung atau kantor lembaga negara;
c. gedung atau kantor lembaga pemerintah;
d. gedung atau kantor lembaga pemerintah
nonkementerian;
e. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;
f. gedung . . .
- 6 -
f. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat
daerah;
g. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri;
h. gedung atau halaman satuan pendidikan;
i. gedung atau kantor swasta;
j. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
k. rumah jabatan pimpinan lembaga negara;
l. rumah jabatan menteri;
m. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan
nonkementerian;
n. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan
camat;
o. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;
p. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
q. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Republik Indonesia; dan
r. taman makam pahlawan nasional.
(2) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur
tersendiri oleh pimpinan institusi dengan berpedoman
pada Undang-Undang ini;
(3) Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara
Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman
pada Undang-Undang ini.
(4) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan
sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing
yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Bendera Negara wajib dipasang pada:
a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil
Presiden;
b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di
Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau
c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat
terbang yang terdaftar di Indonesia.
(2) Pemasangan . . .
- 7 -
(2) Pemasangan Bendera Negara di kereta api sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah
kanan kabin masinis.
(3) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan
kapal.
(4) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kanan ekor
pesawat terbang.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan
Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan
Presiden.
Pasal 11
(1) Bendera Negara dapat dikibarkan dan/atau dipasang
pada:
a. kendaraan atau mobil dinas;
b. pertemuan resmi pemerintah dan/atau organisasi;
c. perayaan agama atau adat;
d. pertandingan olahraga; dan/atau
e. perayaan atau peristiwa lain.
(2) Bendera Negara dipasang pada mobil dinas Presiden,
Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat,
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan
Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua
Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan, menteri atau pejabat setingkat menteri,
Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan
mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan.
(3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dipasang di tengah-tengah pada
bagian depan mobil.
(4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing
menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah,
Bendera Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil.
Pasal 12
(1) Bendera Negara dapat digunakan sebagai:
a. tanda perdamaian;
b. tanda berkabung; dan/atau
c. penutup peti atau usungan jenazah.
(2) Bendera . . .
- 8 -
(2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila
terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian
dikibarkan pada saat terjadi konflik horizontal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang
bertikai wajib menghentikan pertikaian.
(4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila
Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau
mantan Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga
negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala
daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat
daerah meninggal dunia.
(5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikibarkan setengah tiang.
(6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran
Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga
hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri.
(7) Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau
pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara
setengah tiang dilakukan selama dua hari berturut-turut
terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang
bersangkutan.
(8) Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah
dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia,
pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan
selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor
pejabat yang bersangkutan.
(9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera
Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal
kedatangan jenazah di Indonesia.
(10) Pengibaran Bendera Negara setengah tiang sebagaimana
dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan
kententuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat
(7), dan ayat (8).
(11) Dalam . . .
- 9 -
(11) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda berkabung
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan
pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan
hari-hari besar nasional, dua Bendera Negara dikibarkan
berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang
dan yang sebelah kanan dipasang penuh.
(12) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan
jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden
atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan
Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau
pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan
perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik,
anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian
Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas,
dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi
bangsa dan negara.
(13) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan
jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang
lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah,
bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan
jenazah.
(14) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan
jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah
digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Bendera Negara
Pasal 13
(1) Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada
tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran
Bendera Negara.
(2) Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada
sisi dalam kibaran Bendera Negara.
(3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang
membujur rata.
Pasal 14
(1) Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang
secara perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak
menyentuh tanah.
(2) Bendera . . .
- 10 -
(2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang,
dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar
dan diturunkan tepat setengah tiang.
(3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu
hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian
diturunkan.
Pasal 15
(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara,
semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri
tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada
Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan
Bendera Negara selesai.
(2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya.
Pasal 16
(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara
ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di
sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, satuan
pendidikan, dan taman makam pahlawan.
(2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan
Bendera Negara:
a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara
ditempatkan rata pada dinding di atas sebelah
belakang pimpinan rapat;
b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara
ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau
mimbar.
Pasal 17
(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang
secara berdampingan dengan bendera negara lain,
ukuran bendera seimbang dan ukuran tiang bendera
negara sama.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikibarkan sebagai berikut:
a. apabila ada satu bendera negara lain, Bendera
Negara ditempatkan di sebelah kanan;
b. apabila . . .
- 11 -
b. apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua
bendera ditempatkan pada satu baris dengan
kententuan:
1. jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara
ditempatkan di tengah; dan
2. apabila jumlah semua bendera genap, Bendera
Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan.
(3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara
internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil
kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat
dilakukan menurut kebiasaan internasional.
(4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara
yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara lain
dalam pawai atau defile.
Pasal 18
Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara
pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pejabat
negara lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua
bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara
ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara lain
ditempatkan di sebelah kiri;
b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan
sistem bersilang atau paralel.
Pasal 19
Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara lain dipasang
pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di
sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang
bendera negara lain.
Pasal 20
Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk bendera meja
dipasang bersama dengan bendera negara lain pada
konferensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di
depan tempat duduk delegasi Republik Indonesia.
Pasal 21 . . .
- 12 -
Pasal 21
(1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan
bendera atau panji organisasi, Bendera Negara
ditempatkan dengan ketentuan:
a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi,
Bendera Negara dipasang di sebelah kanan;
b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji
organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera
Negara ditempatkan di depan baris bendera atau
panji organisasi di posisi tengah;
c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang
bersama dengan bendera atau panji organisasi
dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di
depan rombongan; dan
d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan
bendera atau panji organisasi.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada
bendera atau panji organisasi.
Pasal 22
(1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai
hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun
dengan urutan warna merah putih.
(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera
organisasi atau bendera lain.
Pasal 23
Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang
pada pakaian di dada sebelah kiri.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 24
Setiap orang dilarang:
a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau
melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera
Negara;
b. memakai . . .
- 13 -
b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan
komersial;
c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur,
kusut, atau kusam;
d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar
atau tanda lain dan memasang lencana atau benda
apapun pada Bendera Negara; dan
e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap,
pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat
menurunkan kehormatan Bendera Negara.
BAB III
BAHASA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
(1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi
negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber
dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang
dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban
bangsa.
(2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional,
sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana
komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.
(3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai
bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan,
komunikasi tingkat nasional, pengembangan
kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga,
serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 27 . . .
- 14 -
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi
negara.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi
Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang
disampaikan di dalam atau di luar negeri.
Pasal 29
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang
mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
(3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan
asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik
warga negara asing.
Pasal 30
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan
administrasi publik di instansi pemerintahan.
Pasal 31
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota
kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga
negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga
swasta Indonesia atau perseorangan warga negara
Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing
ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut
dan/atau bahasa Inggris.
Pasal 32
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang
bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional
di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang
bersifat internasional di luar negeri.
Pasal 33 . . .
- 15 -
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi
resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.
(2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan
swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau
diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih
kemampuan berbahasa Indonesia.
Pasal 34
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap
lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan.
Pasal 35
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan
karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia.
(2) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.
Pasal 36
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi
di Indonesia.
(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.
(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama
bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau
permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan,
merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan,
organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga
negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa
asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat
istiadat, dan/atau keagamaan.
Pasal 37
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi
tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri
atau luar negeri yang beredar di Indonesia.
(2) Informasi . . .
- 16 -
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing
sesuai dengan keperluan.
Pasal 38
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum,
penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat
informasi lain yang merupakan pelayanan umum.
(2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau
bahasa asing.
Pasal 39
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi
melalui media massa.
(2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang
mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai
dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia
Pasal 41
(1) Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap
memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai
dengan perkembangan zaman.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga
kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan,
pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42 . . .
- 17 -
Pasal 42
(1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina,
dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap
memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan
agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya
Indonesia.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah
daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan,
pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia
yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam
rangka peningkatan daya saing bangsa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk
meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional
Pasal 44
(1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia
menjadi bahasa internasional secara bertahap,
sistematis, dan berkelanjutan.
(2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi
Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima . . .
- 18 -
Bagian Kelima
Lembaga Kebahasaan
Pasal 45
Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan
bertanggung jawab kepada Menteri.
BAB IV
LAMBANG NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk
Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah
kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai
pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Pasal 47
(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
mewujudkan lambang tenaga pembangunan.
(2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.
Pasal 48
(1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang
melukiskan katulistiwa.
(2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar
Pancasila sebagai berikut:
a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk
bintang yang bersudut lima;
b. dasar . . .
- 19 -
b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan
dan persegi di bagian kiri bawah perisai;
c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan
pohon beringin di bagian kiri atas perisai;
d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
dilambangkan dengan kepala banteng di bagian
kanan atas perisai; dan
e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian
kanan bawah perisai.
Pasal 49
Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri
atas:
a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah
perisai;
b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;
c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;
d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk
jantung; dan
e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.
Pasal 50
Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal
49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Penggunaan Lambang Negara
Pasal 51
Lambang Negara wajib digunakan di:
a. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan
pendidikan;
b. luar gedung atau kantor;
c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita
negara, dan tambahan berita negara;
d. paspor . . .
- 20 -
d. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan
pemerintah;
e. uang logam dan uang kertas; atau
f. materai.
Pasal 52
Lambang Negara dapat digunakan:
a. sebagai cap atau kop surat jabatan;
b. sebagai cap dinas untuk kantor;
c. pada kertas bermaterai;
d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan
tanda kehormatan;
e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat
pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang
mengemban tugas negara di luar negeri;
f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi;
g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh
Pemerintah;
h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau
i. di rumah warga negara Indonesia.
Pasal 53
(1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor
atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada:
a. gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil
Presiden;
b. gedung dan/atau kantor lembaga negara;
c. gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan
d. gedung dan/atau kantor lainnya.
(2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada:
a. istana Presiden dan Wakil Presiden;
b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan
d. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan
camat.
(3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau
kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a
dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu.
(4) Penggunaan . . .
- 21 -
(4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara,
tambahan lembaran negara, berita negara, dan
tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas
halaman pertama dokumen.
(5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan
dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d
diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.
Pasal 54
(1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a
digunakan oleh:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Dewan Perwakilan Daerah;
e. Mahkamah Agung dan badan peradilan;
f. Badan Pemeriksa Keuangan;
g. menteri dan pejabat setingkat menteri;
h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan
berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa
usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul
kehormatan;
i. gubernur, bupati atau walikota;
j. notaris; dan
k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undangundang.
(2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk
kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b
digunakan untuk kantor:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Dewan Perwakilan Daerah;
e. Mahkamah Agung dan badan peradilan;
f. Badan Pemeriksa Keuangan;
g. menteri dan pejabat setingkat menteri;
h. kepala . . .
- 22 -
h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan
berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa
usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul
kehormatan;
i. gubernur, bupati atau walikota;
j. notaris; dan
k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undangundang.
(3) Lambang Negara sebagai lencana atau atribut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang
pada pakaian di dada sebelah kiri.
(4) Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan
peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain
yang pantas.
Pasal 55
(1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama
dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau
gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan
ketentuan:
a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan
lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan
b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil
Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih
rendah daripada Lambang Negara.
(2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara
diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden
dan/atau gambar Wakil Presiden.
Pasal 56
(1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran
ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam
lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang
ini.
(2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
dibuat dari bahan yang kuat.
Bagian Ketiga . . .
- 23 -
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 57
Setiap orang dilarang:
a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak
Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina,
atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak
sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan
ukuran;
c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang
sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain
yang diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB V
LAGU KEBANGSAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 58
(1) Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah
oleh Wage Rudolf Supratman.
(2) Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 59
(1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan:
a. untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil
Presiden;
b. untuk . . .
- 24 -
b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu
pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang
diadakan dalam upacara;
c. dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh
pemerintah;
d. dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
Dewan Perwakilan Daerah;
e. untuk menghormati kepala negara atau kepala
pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan
resmi;
f. dalam acara atau kegiatan olahraga internasional;
dan
g. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni internasional yang
diselenggarakan di Indonesia.
(2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan:
a. sebagai pernyataan rasa kebangsaan;
b. dalam rangkaian program pendidikan dan
pengajaran;
c. dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan
oleh organisasi, partai politik, dan kelompok
masyarakat lain; dan/atau
d. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni internasional.
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan
Pasal 60
(1) Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi alat
musik, tanpa diiringi alat musik, ataupun
diperdengarkan secara instrumental.
(2) Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan
lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada
refrein.
(3) Lagu . . .
- 25 -
(3) Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik,
dinyanyikan lengkap satu stanza pertama, dengan satu
kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama.
Pasal 61
Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga stanza,
bait ketiga pada stanza kedua dan stanza ketiga dinyanyikan
ulang satu kali.
Pasal 62
Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan
diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak
dengan sikap hormat.
Pasal 63
(1) Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik
Indonesia menerima kunjungan kepala negara atau
kepala pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan
negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
(2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta
besar negara lain dalam upacara penyerahan surat
kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain
diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba,
dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan
pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan
istana.
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 64
Setiap orang dilarang:
a. mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, katakata,
dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina
atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan;
b. memperdengarkan . . .
- 26 -
b. memperdengarkan, menyanyikan, ataupun
menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan
dengan maksud untuk tujuan komersial; atau
c. menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan
maksud untuk tujuan komersial.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Pasal 65
Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara,
menjaga, dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa
Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai
dengan Undang-Undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 66
Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak,
membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud
menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 67
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), setiap orang yang:
a. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk reklame
atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 huruf b;
b. dengan . . .
- 27 -
b. dengan sengaja mengibarkan Bendera Negara yang
rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 huruf c;
c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar
atau tanda lain dan memasang lencana atau benda
apapun pada Bendera Negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf d;
d. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk langitlangit,
atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang
dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e.
Pasal 68
Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau
membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai,
menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 69
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), setiap orang yang:
a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang
rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran;
b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,
perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang
sama atau menyerupai Lambang Negara; atau
c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk
keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 70
Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada,
irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk
menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 71 . . .
- 28 -
Pasal 71
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memperdengarkan,
menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan
Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan
komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf c.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan
peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Peraturan pelaksana yang diperlukan untuk melaksanakan
Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 74
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 29 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juli 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 109
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
sesuai dengan aslinya
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2009 2009
TENTANG
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN
I. Umum
Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara
Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati
diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat
simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata
pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian
dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan
atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau
lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia
menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara
yang beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Bahasa Indonesia bahkan cenderung berkembang menjadi
bahasa perhubungan luas. Penggunaannya oleh bangsa lain yang
cenderung meningkat dari waktu ke waktu menjadi kebanggaan bangsa
Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah
mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dalam Pasal 35 disebutkan
bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36
menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pasal 36A
menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selanjutnya Pasal 36B menyebutkan
bahwa Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Pasal-pasal tersebut
merupakan pengakuan sekaligus penegasan secara resmi oleh Negara
tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh bentuk simbol
kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Bendera . . .
- 2 -
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan hingga kini
belum diatur secara lengkap dalam sebuah peraturan perundangundangan.
Pada saat Undang-Undang ini dibentuk, bendera, lambang
negara, dan lagu kebangsaan Indonesia diatur dengan Peraturan
Pemerintah yang merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang-
Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950. Secara parsial,
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan diatur dalam
berbagai peraturan perundang-undangan menurut kebutuhan isinya.
Bahkan, pembinaan, pengembangan, dan pelindungan bahasa dan sastra
hanya didasarkan pada hasil rumusan seminar politik bahasa nasional
tahun 1974 dan tahun 1999, yang dikenal sebagai Politik Bahasa Nasional.
Peraturan perundang-undangan yang selama ini mengatur tentang
bendera, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, antara lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur
tentang kejahatan (tindak pidana) yang menggunakan Bendera Sang
Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan
terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda
Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh mereka
yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada Pasal
52a; Pasal 142a; Pasal 154a; dan Pasal 473.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan
dan Pengajaran di sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu
tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk
Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961
Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-
Undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 Nomor 80), Undang-Undang
Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3390) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera
Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 No.68);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan
Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 No.69);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan
Bendera Jabatan;
7. Peraturan . . .
- 3 -
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan
Lambang Negara;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya; dan
9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan
Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata
Penghormatan.
Pengaturan perihal bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana diamanatkan
Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
perlu segera direalisasikan. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mampu mengatasi berbagai
masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan
bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan yang selama
ini masih berpedoman kepada peraturan perundang-undangan produk
Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.
Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan,
keserasian, standardisasi, dan ketertiban di dalam penggunaan bendera,
bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Undang-Undang ini
mengatur tentang berbagai hal yang terkait dengan penetapan dan tata
cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi
siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
yang terdapat di dalam Undang-Undang ini.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas persatuan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan kekuasaan
tertinggi pada negara.
Huruf c . . .
- 4 -
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kehormatan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan sebagai jati diri yang menunjukkan harga diri, dan
kebesaran bangsa dan negara.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme,
kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kebhinnekatunggalikaan” adalah
bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan mencerminkan kesatuan dalam keberagaman
penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah
dan budaya bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas ketertiban” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
penggunaannya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus dapat memberikan kepastian hukum dalam
penggunaannya.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus mencerminkan keseimbangan dalam hal
pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas keserasian” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus mencerminkan keserasian dalam hal
pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.
Huruf j . . .
- 5 -
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalah bahwa
penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan harus mencerminkan keselarasan dalam hal
pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “warna merah” adalah warna merah jernih
yang secara digital mempunyai kadar MHB (Merah Hijau Biru)
atau RGB (Red Green Blue): merah 255, hijau 0, dan biru 0. Warna
merah telah lama dikenal dalam mitologi, kesusasteraan, dan
sejarah Nusantara. Warna ini melambangkan keberanian.
Yang dimaksud dengan “warna putih” adalah warna putih tanpa
gradasi secara digital mempunyai kadar MHB: merah 255, hijau
255, dan biru 255. Warna putih telah lama dikenal dalam
mitologi, kesusasteraan, dan sejarah Nusantara. Warna ini
melambangkan kesucian.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “bahan yang berbeda” misalnya kertas,
plastik, dan alumunium.
Yang dimaksud dengan ”ukuran yang berbeda” adalah besar
kecilnya bendera.
Yang dimaksud dengan ”bentuk yang berbeda” adalah bentuk
bendera yang tidak mengikuti bentuk persegi panjang dengan
ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang, misalnya bentuk
segitiga, bujur sangkar, trapesium, jajaran genjang, dan
lingkaran.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “pengibaran” adalah penaikan dan penurunan
bendera.
Pasal 7 . . .
- 6 -
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah:
a. keadaan mengobarkan semangat patriotisme membela tanah
air;
b. keadaan menghormati kunjungan kepala negara atau
pemerintahan negara lain;
c. darurat perang;
d. perlombaan olah raga;
e. renungan suci;
f. keadaan sangat bersuka cita; atau
g. keadaan sangat berduka cita.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia” adalah termasuk wilayah yurisdiksi alat transportasi
udara, laut, dan darat milik pemerintah ataupun warga Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang sedang di luar negeri.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “hari-hari besar nasional di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” antara lain:
a. tanggal 2 Mei, hari Pendidikan Nasional;
b. tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional;
c. tanggal 1 Oktober, hari Kesaktian Pancasila;
d. tanggal 28 Oktober, hari Sumpah Pemuda;
e. tanggal 10 November, hari Pahlawan.
Yang dimaksud dengan “peristiwa lain” adalah peristiwa besar
atau kejadian luar biasa yang dialami oleh bangsa Indonesia,
misalnya kunjungan Presiden atau Wakil Presiden ke daerah dan
pada perayaan dirgahayu daerah.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9 . . .
- 7 -
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga negara” adalah lembaga
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundangundangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o . . .
- 8 -
Huruf o
Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor atau rumah
jabatan lain” adalah gedung atau kantor atau rumah jabatan
yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas
Huruf r
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penggunaan bendera pada kapal-kapal
adalah sebagai tanda kehormatan untuk menyatakan kebangsaan
dan identitas kapal-kapal tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 9 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “perayaan atau peristiwa lain” adalah
perayaan atau peristiwa yang digunakan sebagai tanda
pernyataan kebangsaan dan kegembiraan umum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Pengibaran Bendera di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dilakukan di halaman rumah seluruh warga negara
Indonesia, kantor/gedung pemerintah maupun swasta, satuan
pendidikan, dan seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia di luar
negeri.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8) . . .
- 10 -
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Ayat (14)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “kebiasaan internasional” adalah segala
sesuatu mengenai prosedur atau tata cara dalam praktek
pergaulan internasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18 . . .
- 11 -
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “panji organisasi” termasuk panji
kebesaran TNI dan POLRI.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “baris” adalah deretan bendera yang
sejajar dengan satu baris.
Huruf c
Bendera Negara dibawa di depan rombongan pawai/defile
untuk menghormati Bendera Negara.
Huruf d
Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji organisasi
karena tidak sederajat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Bendera Negara dalam ketentuan ini termasuk representasi Bendera
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27 . . .
- 12 -
Pasal 27
Yang dimaksud “dokumen resmi negara” adalah antara lain surat
keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas
diri, akta jual beli, surat perjanjian, putusan pengadilan.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan “pidato resmi” adalah pidato yang disampaikan
dalam forum resmi oleh pejabat negara atau pemerintahan, kecuali
forum resmi internasional di luar negeri yang menetapkan penggunaan
bahasa tertentu.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian
internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik
yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh
pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subjek
hukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalam
bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris.
Khusus dalam perjanjian dengan organisasi internasional yang
digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi internasional.
Ayat (2)
Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam
bahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau
bahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud “bersifat nasional” adalah berskala antardaerah
dan berdampak nasional.
Ayat (2)
Yang dimaksud “bersifat internasional” adalah berskala
antarbangsa dan berdampak internasional.
Pasal 33
Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja swasta” adalah mencakup
perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan perusahaan asing
yang beroperasi di Indonesia.
Pasal 34 . . .
- 13 -
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pengembangan bahasa” adalah upaya
memodernkan bahasa melalui pemerkayaan kosakata,
pemantapan dan pembakuan sistem bahasa, pengembangan laras
bahasa, serta mengupayakan peningkatan fungsi bahasa
Indonesia sebagai bahasa internasional.
Yang dimaksud dengan “pembinaan bahasa” adalah upaya
meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran
bahasa di semua jenis dan jenjang pendidikan serta
pemasyarakatan bahasa ke berbagai lapisan masyarakat. Selain
itu, pembinaan bahasa juga dimaksudkan untuk meningkatkan
kedisiplinan, keteladanan, dan sikap positif masyarakat terhadap
bahasa Indonesia.
Yang dimaksud dengan “pelindungan bahasa” adalah upaya
menjaga dan memelihara kelestarian bahasa melalui penelitian,
pengembangan, pembinaan, dan pengajarannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42 . . .
- 14 -
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Yang dimaksud “bahasa internasional” adalah bahasa yang digunakan
sebagai sarana komunikasi antarbangsa.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang berupa
burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung
yang menyerupai burung elang rajawali.
Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik
Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa
yang besar dan negara yang kuat.
Yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng yang telah dikenal
lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian
senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk
mencapai tujuan.
Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah
pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu
Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan
ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika
diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan
kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8,
pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang
tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu
pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Pasal 48 . . .
- 15 -
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan
katulistiwa” adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan
berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur
perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8
melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu
sambung menyambung tidak terputus yang melambangkan
unsur generasi penerus yang turun temurun.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Kedua tumbuhan kapas dan padi sesuai dengan hymne yang
menempatkan pakaian (sandang) dan makanan (pangan)
sebagai simbol tujuan kemakmuran dan kesejahteraan.
Pasal 49
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “warna kuning emas” adalah warna
kuning keemasan secara digital memunyai kadar MHB: merah
255, hijau 255, dan biru 0. Warna kuning emas melambangkan
keagungan bangsa atau keluhuran Negara.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah warna hitam yang
secara digital mempunyai kadar MHB: merah 0, hijau 0, biru 0.
Warna . . .
- 16 -
Warna hitam menggambarkan siklus dan jalinan kehidupan umat
manusia dari awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “warna alam” adalah warna-warna yang
menyerupai warna benda dan makhluk hidup yang ada di alam.
Warna-warna itu menggambarkan semangat dan dinamika
kehidupan di alam semesta ini.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di dalam
gedung atau kantor” adalah untuk menunjukkan kewibawaan
negara yang penggunaannya dibatasi hanya pada kantor dinas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “lembaga negara” antara lain:
Presiden dan Wakil Presiden, Menteri dan pejabat
setingkat menteri, Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor lain” adalah
gedung sekolah, kantor perusahaan swasta, organisasi
dan lembaga-lembaga.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di luar
gedung atau kantor” adalah penggunaan Lambang Negara sebagai
lambang keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di
muka sebelah luar pada rumah jabatan (ambtswoning) yang
disediakan khusus untuk pejabat negara.
Ayat (3) . . .
- 17 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tempat tertentu” adalah tempat yang
pantas, menarik perhatian orang, mudah dilihat, dan tampak baik
bagi pandangan mata semua orang yang datang dan berada di
gedung atau kantor tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “badan peradilan” antara lain
Mahkamah Konstitusi
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
- 18 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Lambang Negara dibuat dari bahan yang
kuat” adalah bahwa Lambang Negara harus dibuat dari bahan cor
semen, metal, campuran besi atau campuran bahan lain yang liat
dan kuat, sehingga bentuk Lambang Negara terlihat kokoh dan
kuat, dapat digunakan untuk waktu yang lama, tidak mudah
patah, hancur ataupun tidak cepat rusak.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”strofe” adalah stanza dalam musik.
Ayat (3)
Stanza dalam lagu Indonesia Raya terdiri atas tiga bait. Bait ketiga
biasa dikenal dengan refrein.
Pasal 61 . . .
- 19 -
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Yang dimaksud dengan ”berdiri tegak dengan sikap hormat” pada
waktu lagu kebangsaan diperdengarkan/dinyanyikan adalah berdiri
tegak di tempat masing-masing dengan sikap sempurna, meluruskan
lengan ke bawah, mengepalkan telapak tangan, dan ibu jari
menghadap ke depan merapat pada paha disertai pandangan lurus ke
depan.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Yang dimaksud dengan “dilarang memperdengarkan atau
menyanyikan Lagu Kebangsaan dengan nada-nada, irama, iringan,
kata-kata dan gubahan-gubahan lain” adalah agar Lagu Kebangsaan
tidak dinyanyikan secara sembarangan dan keluar dari derajat dan
kedudukannya sebagai Lagu Kebangsaan. Sedangkan yang dimaksud
dilarang memperdengarkan, menyanyikan, dan menggunakan Lagu
Kebangsaan untuk bahan dan alat reklame dan/atau kegiatan
komersial dalam bentuk apapun adalah agar Lagu Kebangsaan tidak
digunakan untuk meraih keuntungan komersial tertentu yang
melecehkan kedudukan Lagu Kebangsaan tersebut.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72 . . .
- 20 -
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5035
 
Warna:
Warna Merah : MHB (RGB) : merah 255, hijau 000, dan biru 000
Warna Putih : MHB (RGB) : merah 255, hijau 255, dan biru 255
Warna Kuning Emas : MHB (RGB) : merah 255, hijau 255, dan biru 000
Warna Hitam : MHB (RGB) : merah 000, hijau 000, dan biru 000
Perbandingan Ukuran:
Jarak A – B = 12
Jarak C – D = 13 ½
Jarak E – F = 16
Jarak G –H = 15 ½
Jarak I – J = 17
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 24 Tahun 2009 2009
TANGGAL : 9 Juli 2009
- 2 -
LIRIK LAGU KEBANGSAAN INDONESIA RAYA
VERSI ASLI DENGAN TIGA STANZA
Stanza 1:
Indonesia Tanah Airkoe Tanah Toempah Darahkoe
Di sanalah Akoe Berdiri Djadi Pandoe Iboekoe
Indonesia Kebangsaankoe Bangsa Dan Tanah Airkoe
Marilah Kita Berseroe Indonesia Bersatoe
Hidoeplah Tanahkoe Hidoeplah Negrikoe
Bangsakoe Ra'jatkoe Sem'wanja
Bangoenlah Djiwanja Bangoenlah Badannja
Oentoek Indonesia Raja
(Reff: Diulang 2 kali, red)
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja
Stanza 2:
Indonesia Tanah Jang Moelia Tanah Kita Jang Kaja
Di sanalah Akoe Berdiri Oentoek Slama-Lamanja
Indonesia Tanah Poesaka P'saka Kita Semoeanja
Marilah Kita Mendo'a Indonesia Bahagia
Soeboerlah Tanahnja Soeboerlah Djiwanja
Bangsanja Ra'jatnja Sem'wanja
Sadarlah Hatinja Sadarlah Boedinja
Oentoek Indonesia Raja
(Reff: Diulang 2 kali, red)
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja
- 3 -
Stanza 3:
Indonesia Tanah Jang Seotji Tanah Kita Jang Sakti
Di sanalah Akoe Berdiri 'Njaga Iboe Sedjati
Indonesia Tanah Berseri Tanah Jang Akoe Sajangi
Marilah Kita Berdjandji Indonesia Abadi
S'lamatlah Ra'jatnja S'lamatlah Poetranja
Poelaoenja Laoetnja Sem'wanja
Madjoelah Negrinja Madjoelah Pandoenja
Oentoek Indonesia Raja
(Reff: Diulang 2 kali, red)
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta
Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja

PP no.40 tahun 1958

PP no.40 tahun 1958

oleh Rady Irawan pada 30 Agustus 2010 jam 16:34
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: 
a) bahwa bendera kebangsaan Sang Merah Putih adalah lambang kedaulatan dan tanda kehormatan Republik Indonesia;
b) bahwa oleh karena itu perlu diadakan peraturan tentang bentuk, ukuran dan penggunaan bendera kebangsaan yang selaras dengan kedudukannya;

Mengingat:       pasal 3 ayat 1 dan pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

Mendengar:     Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-107 pada tanggal 30 Mei 1958;

Memutuskan:Menetapkan:PERATURAN TENTANG BENDERA KEBANGSAAN REPUBLIK INDONESIA.BAB IUMUM

BENTUK DAN JENIS

Pasal 1
Bendera kebangsaan Sang Merah Putih, selanjutnya disebut Bendera Kebangsaan, berbentuk segi-empat panjang, yang lebarnya dua-pertiga daripada panjangnya; bagian atas berwarna merah, dan bagian bawah berwarna putih sedang kedua bagian itu sama lebarnya.

Pasal 2
Bendera Kebangsaan yang dikibarkan:
a) pada rumah-rumah jabatan atau dihalaman rumah-rumah jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur Kepala Daerah dan Kepala Daerah yang setingkat dengan ini dan
b) pada gedung-gedung atau dihalaman gedung-gedung Kabinet Presiden, Kabinet Perdana Menteri, Kementerian, Dewan Perwakilan Rakyat, Konstituante dan Dewan Nasional, Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung, Dewan Pengawas Keuangan;
dibuat daripada kain yang kuat dan tidak luntur dan berukuran dua meter lebar dan tiga meter panjang.

Pasal 3
Bendera Kebangsaan yang dipasang dilain tempat daripada yang dimaksud dalam pasal 2, dapat dibuat dengan bahan dan ukuran yang lain, asal saja ukuran itu memenuhi syarat-syarat seperti yang ditentukan dalam pasal 1 dan diselaraskan dengan keadaan.

Pasal 4
(1) BENDERA PUSAKA ialah Bendera Kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
(1) BENDERA PUSAKA hanya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus.(3) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 22 tidak berlaku bagi BENDERA PUSAKA.

BAB IIWAKTU DAN CARA PENGGUNAAN

Pasal 5
(1) Penggunaan Bendera Kebangsaan harus selaras dengan kedudukannya sebagai lambang kedaulatan dan tanda kehormatan Negara.
(2) Bendera Kebangsaan tidak boleh dipergunakan untuk memberi hormat kepada seseorang dengan menundukkannya seperti lazim dilakukan pada waktu memberi hormat dengan panji-panji.

Pasal 6
(1) Pada umumnya Bendera Kebangsaan dikibarkan pada waktu siang hari, yaitu antara saat matahari terbit dan saat matahari terbenam,
(2) Dalam hal-hal yang luar biasa, yaitu pada waktu seluruh nusa dan bangsa sangat bergembira atau sangat berduka-cita atau untuk mengobar-ngobarkan semangat membela tanah air, maka Pemerintah dapat menentukan menyimpang dari yang tersebut dalam ayat 1.

Pasal 7
(1) Bendera Kebangsaan dikibarkan pada Hari Kemerdekaan tujuhbelas Agustus.
(2) Dalam hal-hal yang istimewa, yaitu pada waktu diadakan peringan-peringatan nasional atau perayaan. lain yang menggembirakan nusa dan bangsa, maka Pemerintah dapat menganjurkan supaya Bendera Kebangsaan dikibarkan di seluruh Negara.
(3) Kepala Daerah dapat pula menganjurkan pengibaran Bendera Kebangsaan di daerahnya, jika ada kunjungan Kepala Negara, Wakil Kepala Negara atau tamu Negara yang penting ke daerahnya atau jika daerahnya merayakan sesuatu hal yang penting.
(4) Penggunaan Bendera Kebangsaan diperbolehkan pada waktu dan di tempat:

a) diadakan peralatan perkawinan, sunatan dan peralatan-peralatan agama atau adat yang lain yang lazim dirayakan;
b) didirikan bangunan, jika pemasangan ini menjadi kebiasaan; dalam hal ini pemasangan itu dapat dilakukan siang malam;
c) diadakan pertemuan-pertemuan seperti muktamar, konperensi, peringatan tokoh-tokoh nasional atau hari-hari bersejarah;
d) diadakan perlombaan-perlombaan;e) diadakan perayaan sekolah;
f) diadakan perayaan-perayaan lain di mana pemasangan bendera itu dapat dianggap sebagai tanda pernyataan kegembiraan umum;
g) diadakan perayaan organisasi seperti dimaksud pada pasal 27.


Pasal 8
(1) Bendera Kebangsaan dikibarkan sebagai tanda berkabung, jika Kepala Negara atau Wakil Kepala Negara wafat.
(2) Pemerintah dapat pula menganjurkan pengibaran Bendera Kebangsaan sebagai tanda turut berkabung dengan lain Negara bersahabat.
(3) Bendera Kebangsaan dapat pula dikibarkan sebagai tanda berkabung jika seorang penjabat penting dari sesuatu kementerian, badan-badan perwakilan rakyat, jawatan atau kantor meninggal dunia. Pengibaran itu terbatas pada gedung kementerian, badan perwakilan rakyat, jawatan dan kantor yang bersangkutan.
(4) Sebagai tanda berkabung seperti yang dimaksud dalam ayat-ayat 1, 2 dan 3 tersebut di atas, Bendera Kebangsaan dipasang setengah tiang.

Pasal 9
(1) Jika pada waktu-waktu yang tersebut dalam pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 dan pada waktu diadakan perayaan daerah seperti dimaksud dalam pasal 7 ayat 3, dikibarkan bendera-bendera organisasi, maka Bendera Kebangsaan harus dikibarkan pula.
(2) Jika pada waktu-waktu tersebut di atas diadakan pawai dengan dibawa bendera-bendera organisasi, maka pada pawai itu Bendera Kebangsaan dibawa bersama-sama dengan bendera-bendera organisasi itu.

Pasal 10
(1) Bendera Kebangsaan dikibarkan setiap hari:

a) pada rumah-rumah jabatan atau dihalaman rumah-rumah jabatan Presiden. Wakil Presiden, Menteri, Gubernur Kepala Daerah dan Kepala Daerah yang setingkat dengan ini;
b) pada rumah-rumah jabatan atau dihalaman rumah-rumah jabatan semua Kepala Daerah;
c) pada makam pahlawan nasional.

(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam pasal 7 dan pasal 8 maka Bendera Kebangsaan dikibarkan:

a) setiap harikerja pada gedung-gedung atau dihalaman gedung-gedung Kabinet Presiden, Kabinet Perdana Menteri, Dewan Perwakilan Rakyat, Konstituante, Kementerian, Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung, Dewan Pengawas Keuangan dan gedung-gedung yang ditetapkan oleh Menteri yang bersangkutan;
b) setiap hari-sekolah pada gedung-gedung atau dihalaman gedung-gedung sekolah negeri, dan sedapat-dapatnya pada gedung-gedung atau dihalaman gedung-gedung sekolah partikelir nasional.

(3) Pada gedung-gedung atau dihalaman gedung-gedung tersebut dalam ayat-ayat di atas, kecuali pada gedung atau dihalaman gedung-gedung sekolah partikelir, tidak boleh dipasang bendera organisasi.

Pasal 11
(1) Presiden, Wakil Presiden, bekas Presiden, bekas Wakil Presiden, Menteri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Kontituante, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Ketua Dewan Pengawas Keuangan dapat menggunakan Bendera Kebangsaan sebagai tanda kedudukan pada alat pengangkutan yang dinaiki, kecuali pada kapal. Bagi lain orang penggunaan yang demikian itu dilarang.
(2) Bendera Kebangsaan sebagai tanda kedudukan tersebut di atas dipasang pada mobil sebelah muka ditengah-tengah.
(3) Bendera Kebangsaan yang digunakan pada mobil, bagi Presiden dan Wakil Presiden berukuran 36 cm x 54 cm; buat bekas Presiden, bekas Wakil Presiden, Menteri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Konstituante, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Ketua Dewan Pengawas Keuangan berukuran 30 cm x 45 cm.

Pasal 12
(1) Apabila Bendera Kebangsaan dikibarkan pada gedung atau di halaman gedung itu, maka bendera itu harus ditempatkan pada gedung atau dihalaman muka, ditengah-tengah atau di sebelah kanan, dilihat dari dalam gedung ke luar.
(2) Jika dalam rapat atau pertemuan digunakan Bendera Kebangsaan, maka pemasangannya adalah sebagai berikut:
a) jika dipasang merata, maka bendera itu ditempatkan pada dinding di atas belakang Ketua;
b) jika dipasang pada tiang, maka bendera ditempatkan di sebelah kanan Ketua.
(3) Jika dalam rapat tersebut dalam ayat 2 dipasang pula bendera-bendera organisasi, maka bendera-bendera itu tidak ditempatkan pada tempat-tempat tersebut dalam ayat itu.

Pasal 13
(1) Jika beberapa Bendera Kebangsaan dipasang berderet tergantung pada tali untuk perhiasan, maka di antaranya tidak dipasang bendera-bendera organisasi atau bendera-bendera lain. Bendera-bendera Kebangsaan tersebut sama besarnya dan dipasang dengan sisi-lebarnya pada tali sedang urutan warna-warna merah dan putih tetap sama.
(2) Jika kain atau kertas merah-putih yang bukan bendera, dipakai sebagai perhiasan, maka warna merah selalu diatur sebelah atas.

Pasal 14
Jika bendera Kebangsaan dipakai sebagai lencana, maka lencana itu dipasang pada dada sebelah kiri di atas saku atau di tempat setinggi itu jika tidak ada saku.

Pasal 15
(I) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 11, maka Bendera Kebangsaan tidak boleh dipasang pada kendaraan, kecuali pada waktu-waktu yang tersebut dalam pasal 7 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.
(2) Apabila Bendera Kebangsaan dipasang pada kendaraan, maka bendera itu harus dipasang pada tiang. Tiang itu harus ditempatkan kuat-kuat pada atau dekat penahan recik di muka atau tempat lain di muka. Jika hanya digunakan satu Bendera Kebangsaan, maka bendera itu dipasang di sebelah kanan dan jika ada dua Bendera Kebangsaan, bendera yang kedua dipasang di sebelah kiri.
(3) Bendera Kebangsaan yang dipasang pada kendaraan tersebut di atas tidak boleh melebihi ukuran 20 cm x 30 cm.
(4) Jika Bendera Kebangsaan pada waktu-waktu seperti dimaksud dalam ayat 1 dipasang pada kendaraan bersama-sama dengan bendera lain, maka bendera lain itu dipasang sebelah kiri.

Pasal 16
(1) Bendera Kebangsaan hanya boleh dipakai untuk penutup peti jenazah atau usungan jenazah:

a) Presiden dan Wakil Presiden, bekas Presiden, bekas Wakil Presiden, Menteri-menteri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Konstituante, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Ketua Dewan Pengawas Keuangan;
b) Kepala Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia yang bergelar Duta Besar atau Duta yang meninggal dunia di luar negeri;
c) Warganegara yang oleh Perdana Menteri ditentukan patut mendapat penghormatan ini karena ia adalah tokoh nasional atau pahlawan nasional.

(2) Jika Bendera Kebangsaan dipakai untuk penutup peti jenazah atau usungan jenazah, maka bendera itu dipasang lurus memanjang peti atau usungan itu, bagian yang berwarna merah di atas bagian kiri badan jenazah. Di atas bendera tidak boleh diletakkan sesuatu apa. Bendera tidak diturunkan ke dalam liang kubur dan tidak diperkenankan menyinggung tanah.

Pasal 17
Jika Bendera Kebangsaan digunakan dalam upacara pembukaan patung atau tugu peringatan, maka bendera itu tidak boleh dipakai sebagai selubung patung atau tugu peringatan itu, tetapi harus dikibarkan pada tiang di tempat yang terhormat.

BAB IIITATA TERTIB DALAM PENGGUNAAN

Pasal 18
(1) Jika Bendera Kebangsaan dikibarkan pada tiang, maka besar serta tinggi tiang itu sedapat-dapatnya seimbang dengan besarnya bendera itu.
(2) Jika Bendera Kebangsaan dipasang pada dinding, maka bendera itu harus dipasang membujur merata. Dalam hal-hal lain, Bendera itu dipasang pada sisi-lebarnya.
(3) Pemasangan Bendera Kebangsaan pada tali, dilakukan sedemikian sehingga bagian pinggir-dalam bendera tersebut diikatkan tegang pada tali itu.

Pasal 19
(1) Bendera Kebangsaan dinaikkan pada tiang atau diturunkan dengan perlahan-lahan serta khidmat dan bendera itu tidak boleh menyinggung tanah.
(2) Jika Bendera Kebangsaan hendak dipasang setengah tiang, maka bendera itu dinaikkan dahulu sampai keujung tiang, dihentikan sebentar dan kemudian diturunkan, sampai setengah tiang. Jika kemudian bendera itu hendak diturunkan, maka bendera tersebut dinaikkan dahulu sampai keujung tiang, dihentikan sebentar dan kemudian diturunkan.

Pasal 20
Pada waktu upacara penaikan atau penurunan Bendera Kebangsaan, maka semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan muka kepada bendera sampai upacara selesai.Mereka yang berpakaian seragam dari sesuatu organisasi memberi hormat menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya itu.Mereka yang tidak berpakaian seragam, memberi hormat dengan meluruskan lengan ke bawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha, sedang semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan.

Pasal 21
(1) Pada waktu dikibarkan atau dibawa, Bendera Kebangsaan tidak boleh menyinggung tanah, air, atau benda-benda lain.
(2) Bendera Kebangsaan tidak boleh dipasang atau dipakai sedemikian sehingga mudah koyak atau kotor.
(3) Bendera Kebangsaan tidak boleh digunakan bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 5 ayat 1, misalnya tidak boleh:
a) dipakai sebagai langit-langit, atap, pembungkus barang, tutup barang, reklame perdagangan dengan cara apapun juga;
b) digambar, dicetak atau disulam pada barang-barang yang pemakaiannya mengandung kurang penghormatan terhadap Bendera Kebangsaan.
(4) Pada Bendera Kebangsaan tidak boleh ditaruh lencana, huruf, kalimat, angka, gambar atau tanda-tanda lain.

Pasal 22
Apabila Bendera Kebangsaan dalam keadaan sedemikian rupa, hingga tidak layak untuk dikibarkan lagi, maka bendera itu harus dihancurkan dengan mengingat kedudukannya, sebaiknya dibakar.

BAB IVPENGGUNAAN BERSAMA-SAMA DENGAN BENDERA LAIN

Pasal 23
(1) Apabila Bendera Kebangsaan dipasang bersama-sama dengan bendera kebangsaan asing, maka bendera-bendera itu dikibarkan pada tiang-tiang tersendiri yang sama tingginya dan sama besarnya sedangkan ukuran-ukuran bendera-bendera itu sama atau kira-kira sama.
(2) Dalam hal itu Bendera Kebangsaan diberi tempat menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a) jika hanya ada sebuah bendera asing, maka Bendera Kebangsaan dipasang di sebelah kanan;
b) jika ada bendera dari beberapa negara asing, maka semua bendera itu dipasang pacta suatu baris, Bendera Kebangsaan ditempatkan ditengah jika jumlah bendera-bendera itu ganjil atau dipasang ditengah sebelah kanan jika jumlah itu genap;
c) dalam pawai atau defile di mana Bendera Kebangsaan dibawa bersama-sama dengan bendera kebangsaan asing, maka kepada Bendera Kebangsaan diberi tempat sesuai dengan ketentuan sub a dan sub b;
d) jika Bendera Kebangsaan dan bendera kebangsaan asing dipasang pada tiang-tiang yang bersilang, maka kain Bendera Kebangsaan dipasang sebelah kanan, sedang tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera asing itu.


Pasal 24
Bendera jabatan dan bendera atau panji-panji organisasi tidak boleh pada pokoknya menyerupai Bendera Kebangsaan.

Pasal 25
Apabila Bendera Kebangsaan dipasang bersama-sama dengan Panji Presiden dan/atau Panji Wakil Presiden, maka kepada Bendera Kebangsaan diberi tempat menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a) jika hanya ada sebuah Panji, maka Bendera Kebangsaan dipasang di sebelah kanan; jika ada dua buah Panji, maka Bendera Kebangsaan ditempatkan ditengah;
b) Panji sedapat-dapatnya tidak dipasang lebih tinggi dari Bendera Kebangsaan;c) ukuran Panji tidak lebih besar dari ukuran Bendera Kebangsaan;d) Bendera Kebangsaan tidak dipasang bersilang dengan Panji.

Pasal 26
(1) Apabila Bendera Kebangsaan dipasang bersama-sama dengan bendera atau panji-panji organisasi, maka kepada Bendera Kebangsaan diberi tempat menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a) jika hanya ada sebuah bendera atau panji-panji organisasi, maka Bendera Kebangsaan dipasang di sebelah kanan;
b) jika ada dua atau lebih dari dua buah bendera atau panji-panji organisasi, maka bendera atau panji-panji tersebut dipasang pada satu baris, sedang Bendera Kebangsaan ditempatkan di muka baris itu ditengah;
c) dalam pawai atau defile yang terdiri dari satu atau lebih dari satu rombongan yang masing-masing membawa satu atau lebih dari satu Bendera Kebangsaan, maka Bendera Kebangsaan dibawa dengan memakai tiang di muka baris bendera atau panji-panji organisasi yang mendahului tiap-tiap rombongan;
d) Bendera Kebangsaan harus tampak lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada bendera atau panji-panji organisasi;
e) Bendera Kebangsaan tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji-panji organisasi.

(2) Pada waktu membawa Bendera Kebangsaan dalam pawai atau berdiri memegang bendera itu pada waktu upacara, maka tiang bendera tidak dipanggul dipundak.

Pasal 27
Jika dalam perayaan organisasi dikibarkan bendera organisasi, maka harus pula dikibarkan Bendera Kebangsaan, yang dipasang pada tempat yang terhormat menurut ketentuan tersebut dalam pasal 26.

BAB VPENGGUNAAN DI KAPAL

Pasal 28
(1) Bendera Kebangsaan dikibarkan dikapal-kapal Pemerintah baik pada waktu berlabuh, maupun pada waktu berlayar setiap hari antara saat matahari terbit dan saat matahari terbenam;
(2) Kapal-kapal partikelir Indonesia yang isinya 20 meter kubik kotor atau lebih diwajibkan mengibarkan Bendera Kebangsaan:

a) setiap hari, selama berlabuh antara saat matahari terbit dan saat matahari terbenam;
b) pada waktu tiba di atau pada waktu berangkat dari sebuah pelabuhan, pada waktu mencemat, bergerak dengan layar atau dengan kekuatan di pelabuhan; c) pada waktu melalui benteng, batere atau menara laut, kapal perang atau kapal polisi, apabila diminta.

(3) Menurut kebiasaan Bendera Kebangsaan dikibarkan juga oleh sesuatu kapal tersebut dalam ayat 2 pada waktu kapal itu akan memberi hormat kepada kapal-kapal lain.
(4) Ketentuan tersebut dalam pasal 6 ayat 2 sub a dan b hanya berlaku bagi pengibaran Bendera Kebangsaan pada kapal-kapal dipelabuhan.

Pasal 29
(1) Bendera Kebangsaan dikibarkan pada tiang-bendera diburitan. Pada waktu berlayar bendera itu dapat dipasang pada topang. Mengenai kapal-kapal layar, maka pada waktu berlayar bendera itu dapat dipasang pada baris-belakang dari layar atau dari layar yang di belakang sekali tepat di bawah topang.
(2) Dalam hal-hal dimaksud dalam pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 atau selama waktu Kepala Negara atau Wakil Kepala Negara berada disebuah pelabuhan, maka kapal-kapal Indonesia yang pada hari-hari itu berada disemua pelabuhan atau dipelabuhan tersebut di atas sedang berlabuh atau dikepil harus merias.Dalam keadaan ini Bendera Kebangsaan harus dipasang pada tiap puncak tiang.
(3) Pada hari raya resmi yang lain, maka kapal-kapal Indonesia yang pada hari itu berada dipelabuhan sedang berlabuh atau dikepil, harus memasang Bendera Kebangsaan pada tiap puncak tiang.

Pasal 30
(1) Jika panji atau bendera jabatan dikibarkan di atas kapal, maka Bendera Kebangsaan dikibarkan tetap pada tiang-bendera diburitan atau pada topang sedangkan panji atau bendera jabatan itu dipasang menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan tentang panji dan bendera jabatan.
(2) Apabila bendera kebangsaan asing dikibarkan pada kapal-kapal, maka Bendera Kebangsaan dipasang tetap pada tempatnya, sedangkan bendera kebangsaan asing dipasang menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah tentang penggunaan bendera kebangsaan asing.

Pasal 31
Cara pemberian hormat oleh sebuah kapal kepada kapal lain dilakukan:
a) apabila Bendera Kebangsaan dikibarkan pada tiang bendera diburitan, dengan menurunkannya hingga ujung bawah bendera itu sampai pada pagar-kapal sehingga masih dapat berkibar, dan kemudian menaikkannya kembali kepuncak tiang;
b) jika bendera itu dipasang pada topang, dengan menurunkan bendera itu sampai setengah jarak antara ujung topang dan pagar-kapal yang di atas sekali, serta kemudian menaikkannya kembali ke tempatnya;
c) jika pada kapal layar bendera itu dipasang pada aris-belakang dari layar atau dari layar yang terbelakang, dengan menurunkan bendera itu sampai setengah jarak antara ujung topang dan ujung bawah aris itu, serta kemudian menaikkannya kembali ke tempatnya.

Pasal 32
Apabila kapal-kapal asing yang masuk atau berlabuh dipelabuhan Indonesia mengibarkan bendera kebangsaannya, maka Bendera Kebangsaan dipasang pada tiang-kapal yang terdepan.

Pasal 33
Pada waktu berkabung seperti dimaksud dalam pasal 8, maka Bendera Kebangsaan dipasang:
a) setengah tiang, jika bendera itu dalam keadaan yang biasa dikibarkan pada tiang bendera diburitan;
b) pada setengah jarak antara ujung topang dan pagar-kapal yang di atas sekali, jika bendera itu dalam keadaan yang biasa dikibarkan pada topang;
c) pada setengah jarak antara ujung topang dan ujung bawah arisbelakang, jika bendera itu dalam keadaan yang biasa dikibarkan pada aris-belakang dari layar atau dari layar yang di belakang sekali.

Pasal 34
Apabila pada waktu berkabung Bendera Kebangsaan dikibarkan setengah tiang, maka cara pemberian hormat oleh kapal-kapal seperti dimaksud dalam pasal 31, ditakukan:
a) dalam hal yang dimaksud dalam pasal 33 sub a, dengan menaikkan bendera itu hingga kepuncak tiang, kemudian menurunkannya hingga ujung-bawah bendera itu sampai pada pagar-kapal, lalu menaikkannya lagi kepuncak tiang dan kemudian menurunkannya kembali ke setengah tiang;
b) dalam hal yang dimaksud dalam pasal 33 sub b, dengan menaikkan bendera itu hingga ke ujung topang, kemudian menurunkannya hingga ujung-bawah bendera itu sampai pada pagarkapal yang di atas sekali, lalu menaikkannya lagi ke ujung topang, dan kemudian menurunkannya kembali ke setengah jarak antara ujung topang dan pagar-kapal yang di atas sekali;
c) dalam hal yang dimaksud dalam pasal 33 sub c, dengan menaikkan bendera itu hingga ke ujung topang, kemudian menurunkannya hingga ke ujung bawah aris-belakang, lalumenaikkannya lagi ke ujung topang, dan kemudian menurunkannya kembali ke setengah jarak antara ujung topang dan ujungbawah aris-belakang.

BAB VIPENGGUNAAN DI LINGKUNGAN ANGKATAN PERANG

Pasal 35
Penggunaan Bendera Kebangsaan di lingkungan Angkatan Perang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Menteri Pertahanan dan jika perlu berhubung dengan sifat khusus dari Angkatan Perang, dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang bukan pokok yang termuat dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIIPENGGUNAAN DI LUAR NEGERI

Pasal 36
Penggunaan Bendera Kebangsaan disesuatu negara asing oleh instansi Pemerintah dan warganegara Indonesia, dilakukan menurut Peraturan atau kebiasaan tentang penggunaan bendera kebangsaan asing yang berlaku di negara itu.

BAB VIIIATURAN HUKUMAN

Pasal 37
(1) Barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 9, pasal 10 ayat 3, pasal 11 ayat 1, pasal 12 ayat 3, pasal 21 ayat 3 dan ayat 4, pasal 23 ayat 1 dan ayat 2, pasal 24 pasal 26 ayat 1, pasal 27 dan pasal 28 ayat 2, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau dengan denda sebanyak-banyaknya limaratus rupiah.
(2) Perbuatan-perbuatan tersebut pada ayat 1 dipandang sebagai pelanggaran.

Pasal PenutupPeraturan Pemerintah ini dapat disebut "Peraturan Bendera Kebangsaan" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 26 Juni 1958PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUKARNO.

PERDANA MENTERI

DJUANDA.

Diundangkanpada tanggal 10 Juli 1958,MENTERI-KEHAKIMAN,

G. A. MAENGKOM.

TAMBAHANLEMBARAN NEGARA RI
No. 1633 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 68)


PENJELASANPERATURAN PEMERINTAH NO. 40 TAHUN 1958TENTANGBENDERA KEBANGSAAN REPUBLIK INDONESIA.

PENJELASAN UMUM.

Sejak dalam tahun 1945 dalam pasal 35 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia ditulis bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih dan Komite Nasional Indonesia dalam pengumuman tertanggal Jakarta 3 Oktober 1945 mengatakan bahwa "bentuk bendera ukuran 3 kali 2" dan mewartakan cara penghormatan pada bendera itu, hingga kini belumlah diadakan peraturan-peraturan lain mengenai Bendera Negara.
Karena dalam praktek penggunaan Bendera Kebangsaan itu seringkali tidak selaras dengan kedudukannya, berhubung dengan kurang adanya pengertian umum akan sifat dan arti Bendera Kebangsaan, maka untuk memperluas dan memperdalam pengertian ini perlu diadakan Peraturan Pemerintah yang memuat ketentuan-ketentuan yang bersifat mendidik, terutama dalam tata-tertib dan cinta kepada bangsa dan tanah air.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1
Pertimbangan ukuran ini ditetapkan 2 X 3, sesuai dengan pengumuman Komite Nasional tanggal 3 Oktober 1945 tersebut di atas.Perlu diterangkan di sini bahwa yang dimaksud dengan merah oleh merah serah, yaitu merah jernih, jadi bukan merah nyala, merah tua, merah muda atau merah jambu.

Pasal 2

a. Sesuai dengan pendirian bahwa Bendera Kebangsaan itu adalah lambang Negara, maka pemakaian Bendera Kebangsaan ini di rumah kediaman dibatasi pada penguasa yang tertinggi.
b. Mengenai gedung-gedung Negeri diambil pendirian lebih luas dari pada sub a di tas, karena gedung-gedung Negeri itu ialah tempat kedudukan (zetel) alat-alat perlengkapan Negara yang tertinggi.
Dengan mengingat perimbangan ukuran tersebut dalam pasal 1, maka hanya diadakan satu ukuran tetap buat Bendera Kebangsaan pada tempat-tempat ini, yaitu dua meter lebar dan tiga meter panjang.Ukuran tetap itu daidakan karena sangat praktis guna pembuatan dan pemberian kepada instansi-instansi yang bersangkutan dan pula ukuran tetap itu menjadi pegangan dalam pengibaran bersama dengan bendera kebangsaan asing.Untuk menjaga kehormatan Bendera Kebangsaan, maka bahannya harus kain yang kuat dan tidak luntur.


Pasal 3
Ukuran Bendera Kebangsaan yang dipasang di tempat lain harus diselaraskan dengan keadaan, yaitu besar-kecilnya rumah, luas-sempitnya halaman, tinggi-rendahnya tempat, besar-kecilnya pawai, kendaraan dan sebagainya, sehingga memuaskan pandangan.

Pasal 4
Tidak memerlukan penjelasan.

Pasal 5

(1) Meskipun apa yang ditetapkan dalam pasal ini telah dimuat dalam konsiderans dan pula telah diterangkan dalam pasal-pasal berikutnya, namun ada baiknya untuk menentukan secara instruktif dalam pasal ini inti-sari dari peraturan seluruhnya.
(2) Karena setiap orang harus menghormati Bendera Kebangsaan, maka adalah bertentangan dengan prinsip ini jika Bendera Kebangsaan digunakan untuk memberi hormat kepada seseorang.Melambai-lambai dengan bendera kecil pada waktu pawai atau pada waktu menjemput seorang pembesar tidak termasuk larangan ini, karena perbuatan itu bukan cara memberi salam tetapi pernyataan kegembiraan.


Pasal 6

(1) Ayat ini mengandung aturan umum, yaitu untuk semua pengibaran. Pada malam hari bendera tidak dikibarkan karena di waktu malam pengibaran itu tidak mendapat perhatian umum yang selayaknya, sehingga tidak berarti dan oleh karenanya tidak perlu.
(2) Ayat ini memuat pengecualian. Penyimpangan yang dimaksud ini telah terjadi pada proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.Pada waktu itu ditetapkan Bendera Kebangsaan berkibar terus siang malam, hujan tak hujan untuk waktu yang tidak ditentukan. Pun pengecualian ini dapat diadakan untuk mengobarngobarkan patriotisme. Pengibaran luar biasa semacam ini dikemudian hari dapat terjadi lagi, yaitu pada waktu seluruh nusa dan bangsa sangat bergembira atau sangat berduka-cita. Karena ini suatu pengecualian yang luar biasa, maka hanya Pemerintah yang dapat menetapkannya.


Pasal 7

(1) Pada hari raya nasional yang istimewa ini sudah selayaknya dikibarkan Bendera Kebangsaan.Maksud pasal ini tidak mengharuskan, akan tetapi menyerahkan pengibaran Bendera Kebangsaan pada 17 Agustus itu kepada perasaan kebangsaan penduduk bangsa Indonesia.
(2) Pengibaran ini dianjurkan karena peringatan atau perayaan itu mengandung kegembiraan yang menyerupai kegembiraan pada hari kemerdekaan 17 Agustus.
(3) Pengibaran ini dianjurkan karena kejadian tersebut dalam ayat ini bagi daerah adalah sangat penting. Yang dimaksud dengan tamu negara yang penting ialah tamu agung negara, misalnya kepala negara asing. Sesuatu hal yang penting yang dirayakan di daerah ialah misalnya peringatan pembentukan daerah itu sebagai daerah otonom.
(4) Penggunaan Bendera Kebangsaan tersebut dalam ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 dapat dikatakan pengibaran resmi, sedangkan dalam ayat ini umum diberi kelonggaran untuk mengibarkan Bendera Kebangsaan sebagai pernyataan kegembiraan perseorangan atau golongan.
Dalam pada itu pengibaran tersebut dibatasi pada tempat di mana diadakan hal-hal tersebut sub a sampai dengan sub g dengan maksud:Pertama: untuk menghindarkan timbulnya kesan bahwa pengibaran di sini seolah-olah merupakan tanda kegembiraan nusa dan bangsa sebagai tersebut dalam ayat 2, sedang halnya tidak demikian;Kedua: untuk menjaga jangan sampai kehormatan bendera menjadi kurang, karena pengibaran semau-maunya yang tidak pada tempatnya.Menurut kebiasaan di beberapa daerah dalam membuat rumah dipasang Bendera Sang Merah Putih pada tiang atap siang malam terus-menerus. Oleh karena sudah menjadi kebiasaan dan penggunaan Bendera Merah Putih di sini bukan berarti penghinaan, melainkan penghargaan yang tinggi, maka penggunaan Bendera Merah Putih pada mendirikan rumah sebaiknya jangan dilarang.


Pasal 8

(1) Jika pengibaran dalam pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 ialah se-bagai tanda kegembiraan bagi nusa dan bangsa, maka dalam ayat ini pengibaran ialah sebagai tanda duka-cita nusa dan bangsa.
(2) Hal ini sesuai dengan kebiasaan internasional.
(3) Jika badan-badan tersebut dalam ayat ini secara "spontaan" memasang Bendera Kebangsaan setengah tiang sebagai tanda kehormatan terakhir terhadap pejabat atau pemimpin yang dianggap sangat berjasa dalam lingkungannya, maka hal yang demikian itu tidak dapat dilarang. Pembatasan pengibaran ini perlu diadakan supaya pengibaran tersebut tidak menyerupai tanda berkabung sebagai dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2.
(4) Sudah lazim. Cara pengibaran Diundangkan di lain pasal, yaitupasal 19


Pasal 9

(1) Oleh karena perayaan-perayaan ini bersifat nasional, maka diutamakan pengibaran Bendera Kebangsaan sebagai lambang per-satuan bangsa. Pasal 7 tidak mengharuskan pengibaran Bendera Kebangsaan pada waktu-waktu tersebut (lihat penjelasan pasal 7).Akan tetapi jika orang mengibarkan bendera organisasi pada waktu perayaan-perayaan ini, maka sudah selayaknya bahwa ia diharuskan mengibarkan pula Bendera Kebangsaan sebagai lambang persatuan bangsa. Sudah barang tentu pengibaran Bendera Kebangsaan bersama-sama dengan bendera organisasi harus memenuhi syarat-syarat tersebut dalam pasal 26.
(2) Lihat penjelasan ayat 1, yang mutatis-mutandis berlaku juga bagi ayat ini.


Pasal 10

(1) Pengibaran ini meneruskan kebiasaan pengibaran Bendera Kebangsaan sejak proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam pada itu pengibaran ini dibatasi pada gedung-gedung tersebut dalam a dan b dan pada makam pahlawan nasional tersebut dalam c, karena pada tempat-tempat tersebut sampai sekarang memang dikibarkan Bendera Kebangsaan setiap hari.
(2) a. Sesuai dengan kebiasaan sekarang bahwa gedung-gedung ini mengibarkan Bendera Kebangsaan, maka ditetapkan pengibaran Bendera Kebangsaan pada gedung-gedung lain yang ditetapkan oleh Menteri yang bersangkutan.

b. Pengibaran dalam sub b ayat ini dimaksudkan sebagai salah satu alat pendidikan untuk menanam, menebalkan atau memelihara rasa kebangsaan pada murid-murid sehingga mereka kelak menjadi warga-negara yang sejati.

(3) Larangan dalam ayat ini diadakan dengan maksud untuk menjaga jangan sampai timbul anggapan bahwa gedung-gedung itu khusus dimiliki atau digunakan untuk sesuatu golongan atau partai.


Pasal 11

(1) Penggunaan Bendera Kebangsaan sebagai tanda kedudukan pada alat pengangkutan adalah, seperti sekarang telah terjadi, terbatas pada pimpinan alat-alat perlengkapan negara yang tertinggi seperti diterangkan dalam pasal 44 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Kapal dikecualikan, karena pemasagan Bendera Kebangsaan pada kapal bukan tanda kehormatan bagi yang menaiki, melainkan sebagai tanda kebangsaan kapal itu.
(2) Pemasangan bendera yang diatur hanya pada mobil. Pemasangan pada alat pengangkutan yang lain di mana perlu, disesuaikan dengan pemasangan pada mobil.


Pasal 12
Tempat-tempat tersebut dalam pasal ini dianggap sebagai tempat-tempat yang terhormat bagi Bendera Kebangsaan.

Pasal 13

(1) Larangan ini diadakan untuk menjaga kehormatan Bendera Kebangsaan, karena bendera-bendera lain itu tidak sederajat dengan Bendera Kebangsaan. Cara pemasangan ditetapkan dalam kalimat kedua itu ialah untuk tertibnya pemasangan.
(2) Walaupun bukan merupakan bendera, tapi warna nasional merah putih hendaknya jangan terbalik susunannya.


Pasal 14
Untuk ketertiban pemasangan Lencana Merah Putih.

Pasal 15

(1) Bendera Kebangsaan tidak boleh dipasang pada kendaraan, karena dalam prinsip pemasangan bendera pada kendaraan hanya untuk Presiden, Wakil Presiden dan pejabat-pejabat lain seperti tesebut dalam pasal 11 ayat 1 sebagai tanda kedudukan.Tetapi dalam hal-hal tersebut dalam pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 diadakan kelonggaran bagi umum untuk memenuhi keinginan menyatakan kegembiraan nusa dan bangsa dengan cara demikian yang sudah lazim itu.
(2) Ketentuan ini mengatur pengibaran Bendera Kebangsaan pada tempat sesuai dengan kehormatan bendera itu dan juga untuk menjaga jangan sampai pemasangan Bendera Kebangsaan pada kendaraan itu sama dengan yang ditetapkan dalam pasal 11.
(3) Pembatasan sampai ukuran 20 cm x 30 cm ini ialah agar jangan menyamai ukuran yang disediakan bagi pembesar-pembesar tersebut dalam pasal 11.
(4) Untuk menegaskan, sesuai dengan bunyi pasal 9.


Pasal 16

(1) Penggunaan Bendera Kebangsaan demikian adalah suatu penghormatan nasional kepada yang meninggal yang hendaknya tebatas pada pimpinan alat-alat perlengkapan negara yang tertinggi seperti tersebut dalam pasal 44 Undang-undang Dasar Sementaa Republik Indonesia dan Kepala Diplomatik Republik Indonesia di luar negeri yang bergelar Duta Besar atau Duta.Yang dimaksud dengan tokoh-tokoh nasional ialah warga- negara yang sangat berjasa untuk kesejahteraan dan kemajuan negara dalam sesuatu lapangan, sedang pahlawan nasional ialah warga-negara yang berjasa terhadap negara, karena menunjukkan keberaniannya yang luar biasa dengan mempertaruhkan jiwanya.Perdana Menteri sebagai pemegang kebijaksanaan yang tertinggi menentukan siapa yang patut mendapat penghormatan tersebut di atas itu,
(2) Ayat ini diadakan sekedar untuk mengatur supaya ada keseragaman dalam cara menggunakan.


Pasal 17
Sesuai dengan kedudukan Bendera Kebangsaan.

Pasal 18
Untuk ketertiban pemasangan Bendera Kebangsaan.

Pasal 19
Untuk menjaga kehormatan Bendera Kebangsaan.

Pasal 20
Penghormatan terhadap Bendera Kebangsaan seperti diatur dalam pasal ini sudah lazim di semua negeri. Semua orang yang tidak berpakaian seragam, harus membuka semua jenis penutup kepala kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi- wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan. Dalam kudung termasuk juga tutup kepala yang digunakan oleh non dari agama Katholik.Yang dimaksud dengan topi-wanita di sini ialah topi yang menurut kebiasaan dipakai oleh wanita Barat sebagai pelengkap pakaiannya seperti halnya dengan kudung yang dipakai oleh wanita Islam.

Pasal 21

(1) Untuk menjaga kehormatan Bendera Kebangsaan, maka perlu ditetapkan ayat ini. Maksudnya supaya bendera itu dapat berkibar leluasa.
(2) Untuk menjaga kehormatan bendera pula maka ditetapkan, bahwa pengikatan, pemasangan atau pemakaian Bendera Kebagsaan tidak boleh dilakukan sembarangan, sehingga mengakibatkan bendera tersebut mudah koyak atau kotor.
(3) Sub b yang dimaksud di sini ialah barang-barang seperti saputangan, bantal, serbet kertas, kotak dan sebagainya.
(4) Untuk menjaga kehormatan bendera.


Pasal 22
Untuk menjaga jangan sampai Bendera Kebangsaan yang tidak digunakan lagi diperlukan dengan sembarangan atau dibuang begitu saja, sehingga tersinggung kehormatannya, maka perlu ditetapkan pasal ini.

Pasal 23
(1) Cukup jelas.(2) Cukup jelas.

Pasal 24
Pasal ini perlu diadakan untuk menjaga jangan sampai khalayak ramai salah sangka dan menganggap benda-benda tersebut dalam pasal ini sebagai Bendera Kebangsaan.Pasal ini menggunakan istilah "pada pokoknya" untuk meneragkan lebih lanjut apa yang harus dilarang. "Pada pokoknya menyerupai Bendera Kebangsaan" artinya "pada khalayak ramai memberi kesan utama bahwa bendera-bendera tersebut seolah-olah Bendera Kebangsaan".Selain dari itu dalam pasal ini digunakan istilah "bendera" dan "panji-panji" organisasi bagi symbool perkumpulan dan organisasi seperti perkumpulan olah-raga, kepanduan dan sebagainya.

Pasal 25
Pada pasal ini dan berikutnya digunakan istilah "panji" bagi Standaard Presiden/Wakil Presiden.Sudah selayaknya bahwa kepada Bendera Kebangsaan diberi tempat kehormatan jika dipasang bersama-sama panji.Sub a. Cukup jelas.Sub b. Pada umumnya panji tidak dipasang lebih tinggi dari Bendera Kebangsaan. Di sini terpaksa dikatakan sedapat-dapatnya, karena mungkin prinsip ini tidak dapat dilaksanakan berhubung dengan keadaan gedung-gedung dan sekitarnya.Sub c. Cukup jelas.Sub d. Bendera Kebangsaan hanya dipasang bersilang dengan bendera kebangsaan negara lain, karena kedua bendera-bendera kebangsaan itu sederajat, sedangkan halnya tidak demikian dengan panji.

Pasal 26

(1) Sudah selayaknya bahwa Bendera Kebangsaan diberi tempat kehormatan apabila dipasang bersama-sama dengan bendera atau panji-panji organisasi.
Sub a. Cukup jelas.Sub b. Cukup jelas.Sub c. Cukup jelas.Sub d. Untuk menghormat Bendera Kebangsaan, karena bendera atau panji-panji organisasi tidak sederajat dengan Bendera Kebangsaan.Sub e. Sama dengan sub d (lihat penjelasan pasal 25 sub d).
(2) Untuk menjaga kehormatan Bendera Kebangsaan.


Pasal 27
Dalam mengibarkan bendera organisasi, orang tidak boleh melupakan mengibarkan Bendera Kebangsaan sebagai Lambang Persatuan Bangsa.Pasal ini hanya mengenai perayaan organisasi dan tidak berlaku bagi hal-hal lain yang diadakan oleh organisasi.

Pasal 28
Pengibaran Bendera Kebangsaan pada kapal-kapal mempunyai sifat lain dari pada pengibaran Bendera Kebangsaan di darat, yaitu bukan semata-mata tanda kehormatan, melainkan teristimewa untuk menyatakan kebangsaan kapal-kapal itu. Untuk kapal-kapal Pemerintah ditentukan lain dari pada untuk kapal-kapal partikelir, yaitu kapal-kapal Pemerintah juga mengibarkan Bendera Kebangsaan waktu berlayar (ayat 1), sedang untuk kapal-kapal partikelir hanya dalam hal-hal tersebut dalam ayat 2.Sebaliknya karena kapal-kapal Pemerintah selalu mengibarkan Bendera Kebangsaan, maka ketentuan-ketentuan dalam ayat 2 dan ayat 3 bagi kapal Pemerintah tidak diperlukan.Di sini pengibaran ditentukan mulai saat matahari terbit, menurut kebiasaan.Pada ayat 2 selanjutnya dibatasi sampai kapal-kapal cukup besar saja, yang isinya 20 meter kubik kotor atau lebih, sesuai dengan ketentuan dalam pasal 2,Reedenreglement 1925" (Staatsblad 1924 No. 500) seperti telah diubah dengan Staatsblad 1927 No. 287.Ayat 4 ini juga perlu sebagai penyimpangan sedikit dari pasal 6 ayat 2.

Pasal 29

(1) Sudah lazim di mana-mana. Yang dimaksud dengan topang ialah "gaffel". Menurut sejarah tempat terbaik dan terhormat ialah di buritan.Berhubung dengan itu Bendera Kebangsaan dipasang diburitan sesuai dengan kehormatannya, Walaupun bentuk kapal sudah berubah, namun tempat diburitan untuk Bendera Kebangsaan dianggap tetap sebagai tempat kehormatan dan ini telah menjadi tradisi international.
(2) Sudah lazim, Yang dimaksud dengan "merias" ialah "pavoiseren".
(3) Pada hari raya resmi yang lain cukup diadakan pemasangan Bendera Kebangsaan pada tiap tiang kapal.


Pasal 30
Bendera Kebangsaan tetap dipasang di buritan, karena tempat itu adalah tempat kehormatan seperti diterangkan dalam penjelasan pasal 29

Pasal 31
Cara pemberian hormat ini dimuat pula karena juga masuk penggunaan Bendera Kebangsaan. Yang dimaksud dengan pagar kapal ialah "reling".Cara yang demikian ini sudah lazim.

Pasal 32
Sudah lazim. Ini sesuai dengan pengibaran bendera asing pada kapal-kapal kita di luar negeri.

Pasal 33
Mengatur cara pemasangan Bendera Kebangsaan pada kapal pada waktu berkabung.

Pasal 34
Mengatur cara pemberian hormat oleh kapal pada waktu Bendera Kebangsaan dikibarkan setengah tiang.

Pasal 35
Oleh karena lingkungan Angkatan Perang itu bersifat lain dari pada masyarakat umum, maka penggunaan Bendera Kebangsaan di lingkungan Angkatan Perang diatur tersendiri.

Pasal 36
Tidak memerlukan penjelasan.

Pasal 37
Terhadap perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam pasal ini, walaupun merupakan pelanggaran yang tidak begitu berat, perlu juga diadakan ancaman hukuman.Berhubung dengan sifatnya, maka perbuatan tersebut dipandag sebagai pelanggaran dan hukuman yang dapat diberikan ialah hukuman kurungan atau denda.